Maros, — Dugaan penolakan pasien gawat darurat oleh oknum perawat di Rumah Sakit Angkatan Udara (RSAU) dr. Dody Sardjoto, Maros, terus menuai sorotan. Namun hingga Kamis, 24 Juli 2025, atau tiga hari pasca-kejadian, pihak rumah sakit masih belum memberikan keterangan resmi kepada publik.
Peristiwa yang terjadi pada Senin dini hari (21/7), melibatkan seorang pasien perempuan yang mengalami pendarahan hebat dan ditolak dengan alasan tidak adanya dokter jagah. Akibatnya, pasien harus dirujuk ke rumah sakit lain dalam kondisi darurat.
> “Kami sangat kecewa. Ini menyangkut keselamatan ibu saya. Tapi malah ditolak. Sampai sekarang pun belum ada permintaan maaf atau klarifikasi dari pihak rumah sakit,” ujar Andi Akram, anak pasien.
Ketua LBH Suara Panrita Keadilan Maros, Herman, menyebut sikap diam rumah sakit mencerminkan lemahnya komitmen terhadap transparansi dan akuntabilitas publik.
> “Tiga hari berlalu, dan tidak ada sepatah kata pun dari manajemen rumah sakit. Ini bukan sekadar soal administrasi—ini soal nyawa. Bungkamnya mereka memperparah kekecewaan masyarakat,” tegas Herman.
Ia menegaskan bahwa dasar hukum sudah sangat jelas: dalam Pasal 32 ayat (2) UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, disebutkan bahwa fasilitas kesehatan wajib memberikan pertolongan pertama dalam keadaan darurat, sedangkan Pasal 190 menyatakan bahwa penolakan pertolongan dapat dikenai pidana penjara dan denda.
Pihak LBH memastikan telah menyiapkan dokumen pelaporan ke instansi terkait, termasuk Kemenkes, Dinas Kesehatan Provinsi, Majelis Etik Profesi, dan Ombudsman RI.
Sebelumnya, salah satu staf rumah sakit berinisial Ay menyebut bahwa tanggapan resmi harus melalui pimpinan dan sudah disampaikan. Namun, sampai berita ini diterbitkan, tidak ada satu pun pejabat resmi rumah sakit yang memberikan pernyataan terbuka kepada publik atau media.